Cari Blog Ini

Home

Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan menargetkan pada 2014 Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin menjadi bandara internasional.

Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin

Pengembangan bandara antara lain berupa pembangunan terminal, perbaikan apron, taxi way, dan penambahan serta peningkatan landasan pacu dari 2.500 meter menjadi 3.000 meter.

Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin

Akibat lambannya proses pembebasan lahan masyarakat untuk pengembangan Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin di Banjarbaru, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel harus memanggail tim terkait untuk dimintai keterangan.

Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin

Boeing 747 seri 300, kapasitas 500 seat.dipastikan tidak bisa mendarat, diperlukan runway minimal 3.500 meter, sedangkan panjang runway Syamsuddin Noor hanya 2.500 meter.

Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin

keinginan pihak Angkasa Pura untuk membeli asset milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan di bandara Syamsudin Noor, masih dalam pengkajian pembelian asset yang di miliki yakni berupa Apron dan beberapa lahan kosong milik Pemerintah.

Senin, 20 Mei 2013

Pembebasan Lahan Bandara Syamsudin Noor Baru 64 Hektar

Pembebasan Lahan Bandara Syamsudin Noor Baru 64 Hektar

Kamis, 16 May 2013 - 12.30 WIB

Jakarta - PT Angkasa Pura I (Persero) menyatakan perusahaan telah mengeluarkan dana sebesar Rp200 miliar untuk pembebasan lahan di Bandara Syamsudin Noor, Banjarmasin, seluas 64 hektar. Hal ini dilakukan guna pengembangan bandara tersebut.

Direktur Utama PT Angkasa Pura I (Persero) Tommy Soetomo mengatakan, kendala dalam pembangunan pengembangan bandara tersebut adalah pembebasan lahan. Masalah pembebasan lahan ini sudah berlangsung sejak satu setengah tahun yang lalu.

Tommy menuturkan lahan yang harus dibebaskan untuk pengembangan bandara tersebut sebesar 100 hektar dan baru terealisasi sekitar 64 hektar. Pengembangan Bandara tersebut harus dilakukan karena saat ini kapasitas bandara sudah mengalami penumpukan penumpang.

"Kapasitas bandara sekarang ini kurang dari 1 juta penumpang, sedangkan jumlah penumpang sudah mencapai 4 juta. Bandara ini harus segera dibangun," ujar Tommy di Jakarta, Kamis (16/5/2013).

Tommy berharap kepada Pemerintah Daerah agar perijinan pembebasan lahan agar segera dipermudah, mengingat proyek pengembangan Bandara ini sudah terlambat satu setengah tahun. Bahkan perusahaan sudah membayar pembebasan lahan kepada masyarakat melebihi harga pasaran yang berlaku di pasaran.

"Harga di pasaran itu Rp100 ribu per meter, kami bayarnya Rp250 ribu per meter," tuturnya.

Tommy menambahkan perusahaan telah mengalokasikan dana sebesar Rp1,2 triliun untuk pengembangan bandara Syamsudin Noor, Banjarmasin. Nantinya pengembangan bandara tersebut akan dibangun terminal, taxi way dan apron.

Oleh: Fajar Sudrajat - Editor: Masruroh

Senin, 13 Mei 2013

Makelar Tanah Hambat Pembangunan

Banjarbaru, (Buser Kriminal)
Tim Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Kota Banjarbaru, yang diketuai Syahriani Syahran, Sekdakot Banjarbaru, terpaksa membangun posko pusat informasi percepatan pembebasan lahan untuk perluasan Bandara Syamsudin Noor di Jalan Tegal Arum RT 41 Kelurahan Syamsudin Noor.

Pembangunan posko itu sendiri, dinilai warga pemilik lahan, demi mendulang nama baik Pemkot Banjarbaru dan Pemprov Kalimantan Selatan, menyusul kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Kalsel, sekaligus meresmikan proyek perluasan Bandara Syamsudin Noor pada akhir Mei 2013. Padahal, proses ganti rugi masih terseok-seok karena warga pemilik lahan menolak nilai ganti rugi yang rendah.

Proses ganti rugi lahan seluas 102 hektare di Kelurahan Syamsudin dan Guntung Payung, Kecamatan Landasan Ulin, Kota Banjarbaru, sudah makan waktu lebih dari satu tahun, belum juga rampung lantaran ditenggarai banyaknya mafia tanah ’berdasi’ gentayangan.
Padahal Presiden SBY sempat mengeluarkan pernyataan keras yang meminta dukungan rakyat untuk memberantas makelar tanah. Akibat ulah makelar tanah, banyak program pembangunan yang terhambat karena sulitnya membebaskan lahan.

Banyak sekali kaum makelar yang menghambat pembangunan. Untuk kepentingan pribadinya, bukan kepentingan rakyat. Program-program pembangunan, baik pembangunan bandara, pelabuhan, jalan, waduk, jembatan, dan sarana lainnya akhirnya terpaksa kandas. Masalah pembebasan lahan juga dituding SBY sebagai biang yang membuat infrastruktur Indonesia tertinggal dari negara-negara lain.

“Saya menyakini, mafia tanah ikut bermain dalam pembebasan lahan bagi perluasan bandara Syamsudin Noor. Saya juga meragukan legalitas tim pembebasan lahan,” kata Ketua DPRD Banjarbaru, Arie Shopian, seperti dimuat Tabloid Buser Kriminal pada edisi 39, Juli 2012.

Arie Shopian juga meragukan legalitas tim P2T Kota Banjarbaru karena DPRD memiliki alasan sendiri. Tim ini bekerja berdasarkan Perpres No 36/2005. PP ini, merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Agraria No. 5/1960. Sedangkan, ketika tim ini bekerja telah berlaku Undang-Undang No. 2/2012 yang mengatur tentang pengadaan tanah untuk fasilitas umum.

DPRD yakin Undang-Undang No 2/2012 yang paling tepat diterapkan dalam proses pembebasan lahan Bandara Syamsudin Noor. “Dalam undang-undang tersebut jelas sekali disebutkan pada Pasal 58 Huruf b, bahwa persoalan tanah yang masih berlangsung dilakukan berdasarkan aturan UU No 2/2012 ini. Boleh jadi P2T Kota Banjarbaru yang dikomandani Sekda Syahriani Syahran, sekarang ini (April 2013, red) sudah kadaluarsa masa tugasnya.

Berdasarkan Peraturan Kepala BPN Nomor 3/2007 tentang ketentuan pelaksanaan Perpres Nomor 65/2006, perpanjangan masa tugas tim P2T penetapan lokasi hanya diberikan satu kali dengan syarat perolehan lahan mencapai 75 persen. Meski memang ijin perolehan lahan tiga tahun untuk lahan lebih dari 50 hektare. Hingga melewati batas tugas lebih dari satu tahun, Tim P2T Banjarbaru belum mampu melampaui pembebasan lahan 75 persen peruntukan perluasan Bandara Syamsudin Noor. Hingga awal April 2013, katanya P2T Banjarbaru baru membebaskan 73,18 hektare dari target 99 hektare. Bahkan pembebasan lahan berikutnya bisa mencapai 187 hektare.

Undang-Undang No. 2/2012, diakui Arie, memang belum ada peraturan pemerintahnya. Tetapi, undang-undang ini adalah lex spesialis sedangkan Perpres No 36/2005 ini sangat umum. Apalagi di dalamnya, ada poin-poin yang sangat bertentang dengan Undang-Undang No 2/2012.

Di antaranya, di dalam UU No 2/2012 untuk proses pembebasan lahan penetapan harga dilakukan oleh lembaga pertanahan. Pemerintah daerah, sifatnya hanya memverifikasi. Bukan seperti sekarang, tim yang menetapkan. “Itulah sebabnya, kenapa kemudian DPRD mempertanyakan ini. Karena ada hal-hal yang begitu krusial,” tegasnya.

Arie Shopian mengaku, sejak awal DPRD memediasi antara warga pemilik lahan dengan ketua tim P2T Syahriani Syahran namun tidak membuahkan hasil. Bahkan saran-saran DPRD tidak digubrisnya. “Saya berharap proses ganti rugi yang hanya tersisa 25 hektare segera selesai dan ketua tim P2T bersedia membayar ganti rugi sesuai aspirasi pemilik lahan,” jawabnya via telepon media ini, Kamis (11/4/2013).

Menurut data seperti diutarakan GM PT. Angkasa Pura I Bandara Syamsudin Noor Akhmad Munir, pembebasan lahan diserahkan sepenuhnya kepada P2T sehingga pihaknya membayar sesuai luasan lahan yang telah memenuhi syarat dibebaskan luasannya mencapai 73,18 hektare dari target 99 hektare untuk tahap pertama. Dana yang terpakai untuk pembebasan lahan Bandara Syamsudin Noor mencapai Rp 194 miliar dari dana yang disiapkan sebesar Rp 290 miliar.

Pembangunan posko itu sendiri tak lain untuk ’menghipnotis’ warga pemilik lahan di dua kelurahan itu agar bersedia menerima nilai ganti rugi yang ditetapkan tim penilai PT. Sucofindo yang ditunjuk oleh Tim P2T Banjarbaru.

Sisa dana pembebasan lahan bandara itu masih dikelola Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sewaktu-waktu bisa dicairkan apabila ada pembayaran pembebasan lahan yang diminta PT. Angkasa Pura I. Dananya bisa dicairkan apabila persyaratan untuk pembayaran lahan yang dibebaskan terpenuhi sehingga para pemilik tanah dan bangunan tidak perlu khawatir tidak dibayar.
PT. Angkasa Pura I hanya bertindak sebagai juru bayar dalam proses pembebasan lahan bandara dan secara penuh menyerahkan teknis pembebasan lahan kepada P2T Kota Banjarbaru.

Sebenarnya jika pembebasan lahan sudah memenuhi syarat maka PT Angkasa Pura memulai pembangunan yang dimulai dengan pembangunan terminal utama bandara, disusul pembangunan fisik lainnya untuk mendukung kelancaran pelayanan penumpang di bandara.

Tak Bergeming
Ketua P2T Kota Banjarbaru Syahriani Syahran tidak juga bergeming untuk memenuhi tuntutan pemilik lahan dalam nilai ganti rugi yang memadai. “Panitia tidak mungkin menaikkan harga pembebasan lahan yang sudah ditetapkan karena merupakan keputusan bersama tim independen sehingga harga tersebut tetap diberlakukan hingga sekarang,” kilah Syahriani Syahran.
Dia berharap pemilik tanah bersedia melepaskan asetnya karena pembangunan bandara demi kepentingan yang lebih luas karena berdampak terhadap pembangunan Kalsel dan Banjarbaru khususnya.

Soal harga tidak bisa diubah atau dinaikan, kecuali ganti rugi nilai bangunan yang mungkin keliru bisa dihitung kembali dan panitia siap melakukan perhitungan ulang nilai bangunan. “Luasan lahan yang dibebaskan semakin banyak, namun meskipun pada akhirnya hanya mencapai 75 persen maka ditempuh langkah menitipkan sisa dana pembebasan ke pengadilan atau konsinyasi,” ancam Syahriani Syahran.

Menurut dia, lahan yang sudah dibebaskan mencapai 73,18 hektare atau mencapai 74 persen sehingga jika luasan sudah mencapai 75 persen maka sisa dana bisa dititipkan ke pengadilan dan pemilik tanah menyelesaikan sengketa tanahnya melalui jalur hukum. *TIM

 

http://buserkriminal.com/?p=3803

 

Gubernur Ajak Semua Pihak Tuntaskan Pembebasan lahan Bandara

Gubernur Kalimantan Selatan H Rudy Ariffin mengajak semua pihak bersinergi menyelesaikan proses pembebasan lahan untuk pengembangan Bandar Udara Syamsuddin Noor Banjarmasin di Kota.

Pengembangan kondisi bandara dinilai penting, termasuk rencana perpanjangan landasan pacu (runway) yang saat ini 2.500 meter, menjadi 3.000 meter, sehingga bisa didarati pesawat berbadan besar atau airbus.

“Hal ini merupakan tugas kita bersama untuk segera terealisasi” ujar Rudy Ariffin pada acara pisah sambut Komandan Lapangan Udara (Danlanud) dari Letnan Kolonel PNB Mokh Mukhson kepada Letnan Kolonel PNB Esron S B Sinaga di Mahligai Pancasila Banjarmasin, Rabu malam (24/4).

Keinginan penuntasan masalah ini datang dari berbagai kalangan, termasuk dari anggota Komisi XI DPR RI, Prof DR Ir Ismet Ahmad MSc. Pasalnya, proses pembebasan lahan bandara ini tergolong sudah cukup lama. Disisi lain, PT Angkasa Pura I sudah menganggarkan untuk pembangunan fisik terminal tak kurang dari Rp860 miliar.

Menurutnya, kondisi Bandara Syamsudin Noor saat ini semerawut. Kondisinya kian memprihatinkan lantaran sudah sulit ditata karma kapasitasnya tak mencukupi dibanding jumlah penumpang pesawat.

Sebelumnya, Ketua TIM Pembebasan Tanah Kota Banjarbaru, DR Syahriani Syahran menyebutkan, jika proses pembebasan sudah sampai 75 persen pihaknya akan menyerahkan proses itu ke pengadilan dengan cara konsinyasi.

Terkait dengan pisah sambut, Gubernur Kalsel H Rudy Ariffin juga mengakui, selama ini pihaknya telah disupport dan didukung penuh oleh Lanud Syamsuddin Noor, dan masyarakat Kalselpun kemaslahatan kehadiran TNI Angkatan Udara di Kalsel.

Gubernur Kalsel H Rudy Ariffin, tidak lupa menyampaikan pula ucapan selamat jalan kepada Letkol Mokh. Mukhson beserta keluarga, diiringi harapan agar tetap menjalin tali silaturrahmi serta ucapan terima kasih atas pengabdian yang telah dipersembahkan Mokh Mukhson bagi daerah.

Turut berhadir dalam acara pisah sambut, Panglima Komando Operasi TNI AU II Marsekal Muda TNI Agus Supriyatna, Wakil Gubernur Kalsel H Rudy Resnawan, Danrem 101 Antasari Kolonel (Inf) Herindra, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Prov Kalsel, Bupati/Walikota se-Kalsel serta undangan lainnya.

(Sumber : Barito Post edisi Jum`at, 26 April 2013)

 

Senin, 06 Mei 2013

Proyek Perluasan Bandara Dimulai

BANJARBARU – Rencana pengembangan Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin di Landasan Ulin Kota Banjarbaru terlanjur sudah dianggarkan PT Angkasa Pura I. Tahun ini perusahaan plat merah itu menganggarkan perluasan Bandara tak kurang dari Rp860 miliar. Namun begitu, hingga kini Rencana Teknik Rinci (RTR) desain Bandara Syamsudin Noor yang baru diakui PT Angkasa Pura I belum diterima secara resmi. Alasannya menurut Airport Operation Gradienest Department Head (dahulu disebut Manajer Teknik,Red) PT Angkasa Pura I, Mudjianto SSiT lantaran RTR tersebut belum dirampungkan pihak kontraktor. “Sementara ini belum tuntas desain tersebut karena itu belum ada penyerahan dari kontraktor perencana. Makannya desainnya pun sebenarnya secara formal belum kita terima,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (20/3). Oleh sebab itu menurutnya, secara formal sejatinya bagaimana desain pengembangan Bandara Syamsudin Noor itu belum ada bayangan. Namun memang kata dia, ada beberapa desain yang pernah diekspose dihadapan Dinas Perhubungan Provinsi dan Badan Lingkungan Hidup Kalsel beberapa waktu lalu. Dalam desain tersebut, pengembangan terminal Bandara Syamsudin Noor didesain dengan kapasitas 5 juta penumpang per tahun diatas lahan lebih kurang 40.000 meter persegi. Volume ini lebih besar dibanding dengan kondisi terminal Bandara Syamsudin Noor saat ini yang kemampuan idealnya hanya 1,6 juta penumpang per tahun dengan luas 9.000 meter persegi. Termasuk public area dan area bisnis. “Tapi saat ini angkanya justru sudah melebihi kapasitas ideal. Sudah mencapai 3,5 juta per tahun. Makannya sudah tidak sesuai lagi, terlalu sempit terminal yang ada saat ini,” tukasnya. Dalam bayangan sementara, desain pengembangan Bandara Syamsudin Noor, bangunan terminal didesain dengan dua lantai. Ruang keberangkatan dan ruang kedatangan dipisahkan dengan lorong area bisnis atau komersil dengan luasannya hampir lima kali lipat dari luasan terminal yang ada. Desain pengembangan Bandara katanya, juga dilengkapi dengan belalai atau disebut juga Garbarata (Avio Bridge) sebanyak 4 sampai 5 unit. Garbarata ini merupakan sebuah lorong berbentuk belalai yang menghubungkan penumpang dari terminal langsung menuju kabin pesawat. Tanpa harus keluar dari area gedung terminal dan tak perlu menggunakan armada bus lagi. Contoh struktur belalai ini seperti yang sudah digunakan di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Cengkareng Jakarta dan Bandara Djuanda Internasional, Surabaya. “Sebenarnya desain terminal ini harus sudah rampung akhir bulan ini juga. Namun karena ada banyak penambahan, sehingga sampai sekarang belum rampung,” katanya. Terhambat Pembebasan Tanah Proses pembebasan tanah untuk pengembangan Bandara Syamsudin Noor diakui Mudjianto menjadi kendala besar bahkan bisa mengancam rencana ini gagal dilaksanakan. Pasalnya, hingga kini berdasarkan laporan, masih banyak lahan yang belum dibebaskan. Bahkan lahan yang sejatinya menjadi kawasan perluasan terminal induk pun ternyata juga belum dibebaskan. Mudjianto mengaku mengetahui proses pembebasan ini cukup pelik dari berita-berita di media. PT Angkasa Pura I katanya, tidak memiliki kewenangan untuk mengintervensi proses pembebasan tanah ini karena berdasarkan aturan merupakan kewenangan dari Panitia Pembebasan Tanah Pemerintah Kota Banjarbaru yang ditunjuk oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Proses pembebasan tanah pun kata Mudjianto sejatinya belum sampai 73 hektar atau 73 persen seperti yang disebut-sebut Panitia Pembebasan Tanah. Persentase itu katanya benar saja jika digabungkan dengan pengembangan tahap II. Sementara hingga saat ini pembebasan tanah yang dibutuhkan PT Angkasa Pura I adalah tahap I, yang faktanya baru mencapai 63 hektar dari 99,9 hektar lahan milik masyarakat yang harus dibebaskan. “Kita belum membutuhkan tahap kedua itu. Tahap II itu diperlukan nanti saat membangun perpanjangan Apron dan Run Way. Makannya sebenarnya belum sampai 75 persen,” cetus Mudjianto. Disisi lain kata dia, pembebasan tanah ini tidak dilakukan secara merata, namun bersifat spot to spot. Karenanya ada tanah yang sebenarnya masuk dalam kawasan pengembangan terminal induk juga belum dibebaskan. Proses pembebasan tanah ini diakui Mudjianto sulit dituntaskan tanpa peran langsung dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Sebab katanya, disisi lain PT Angkasa Pura I juga harus mengejar waktu karena pengembangan Bandara Syamsudin Noor sudah dianggarkan dan harus dilaksanakan tahun ini juga. Paling lambat pertengahan tahun ini harus sudah berjalan. “Kalau anggaran itu tidak terserap, bisa hangus. Kita bisa kena Punishment nanti. Kita dianggap tidak mampu melakukan pengembangan Bandara. Sementara faktor kendala itu sebenarnya bukan ada pada kita,” katanya. Karena itu terang Mudjianto, pihaknya berharap Pemprov Kalsel turun tangan langsung menggunakan fungsi kenegaraannya melakukan pembebasan tanah untuk kepentingan publik. Karena sejatinya, tanah, air dan segala isi yang terkandung di dalamnya dalam undang-undang dikuasai oleh Negara dan digunakaan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Renovasi Sementara, Korbankan Rumah Dinas PT Angkasa Pura I menurut Mudjianto juga dihadapkan pada kondisi tetap menunggu hasil pembebasan tanah. Akan tetapi disisi lain, pihaknya dihadapkan pula pada kondisi tuntutan perbaikan pelayanan Bandara. “Makannya sambil menunggu pengembangan, sementara kita renovasi. Kita tata lagi dan menambah beberapa ruang seperti ruang check in,” katanya. Tak hanya itu, pilihan yang harus diambil PT Angkasa Pura I katanya, juga memperluas areal parkir roda 4. Pihaknya pun terpaksa membongkar sedikitnya 4 unit rumah dinas PT Angkasa Pura I, 1 unit kantor meteorology, 1 unit gudang meteorology, dan 1 unit gedung Pull atau perawatan kendaraan dan garasi disamping terminal bandara. “Sementara sambil menunggu pengembangan, ini dahulu yang kita lakukan. Dari kapasitas 152 parkir Roda 4 dengan tambahan lahan itu menjadi dua kali lipat kapasitasnya,” ujarnya. Mudjianto berharap pengembangan bandara Syamsudin Noor ini didukung pula oleh masyarakat. Sebab katanya, tanpa dukungan masyarakat pengembangan ini percuma. Disisi lain Mudjianto mengaku, PT Angkasa Pura I sejatinya sangat peduli dengan pengembangan bandara ini. Bahkan kata dia, dua akses utara menuju Bandara sudah disiapkan yakni tembus ke Km17 Gambut dan ke kawasan Balitan Kota Banjarbaru. Jika dua akses itu sudah aktif, bukan tidak mungkin sektor ekonomi warga yang dilalui akses tersebut akan berkembang. “Dan sebenarnya pengembangan bandara ini untuk masyarakat juga. Sebagai BUMN kita punya komitment untuk membina masyarakat sekitar. Kalau kapasitas bandara sudah bertambah, tentu tenaga kerja yang dibutuhkan juga bertambah,” pungkasnya. (ema/yn/bin)