Cari Blog Ini

Home

Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan menargetkan pada 2014 Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin menjadi bandara internasional.

Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin

Pengembangan bandara antara lain berupa pembangunan terminal, perbaikan apron, taxi way, dan penambahan serta peningkatan landasan pacu dari 2.500 meter menjadi 3.000 meter.

Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin

Akibat lambannya proses pembebasan lahan masyarakat untuk pengembangan Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin di Banjarbaru, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel harus memanggail tim terkait untuk dimintai keterangan.

Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin

Boeing 747 seri 300, kapasitas 500 seat.dipastikan tidak bisa mendarat, diperlukan runway minimal 3.500 meter, sedangkan panjang runway Syamsuddin Noor hanya 2.500 meter.

Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin

keinginan pihak Angkasa Pura untuk membeli asset milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan di bandara Syamsudin Noor, masih dalam pengkajian pembelian asset yang di miliki yakni berupa Apron dan beberapa lahan kosong milik Pemerintah.

Senin, 29 September 2014

Kasus dugaan korupsi pembebasan lahan

KBRN, Banjarmasin : Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Selatan, yang tengah menangani kasus dugaan korupsi pembebasan lahan di Bandara Syamsuddin Nor, terus melakukan penyidikan yakni dengan memeriksa beberapa orang warga untuk dimintai keterangannya.

Kasi Penkum Kejati Kalsel, Erwan Suwarna, mengatakan untuk kasus pembebasan lahan Bandara Syamsuddin Noor terus berlanjut, saat ini pihaknya masih melakukan penyidikan, yakni mengumpulkan bukti bukti dan memintai keterangan beberapa orang saksi agar kasus ini semakin jelas.

Menurut Erwan, saat ini ada saksi yang sudah dimintai keterangan, bailk itu dari warga maupun tim pembebasan lahan yang sudah datang dan memenuhi panggilan pihak penyidik. sedangkan warga yang dimintai keterangan tersebut kemungkinan sebagian pemilik lahan.

"Kasusnya terus berlanjut, penyidik masih terus melakukan penyidikan untuk mengumpulkan bukti bukti dan saat ini masih memintai keterangan saksi saksi, baik itu dari warga maupun tim pembebasan lahan, serta instansi terkait," ujar Erwan Suwarna di Banjarmasin, Rabu (20/8/2014).

Kasus dugaan korupsi pembebasan lahan untuk pelebaran bandara Syamsuddin Noor, sudah lama pihaknya lakukan penyelidikan, dari hasil penyelidikan tersebut tim penyidik sepakat untuk meningkatkan status kasusnya dari penyelidikan ke penyidikan, karena tim penyidik menemukan adanya dugaan perbuatan melawan hukum atau perbuatan tindak pidana, maka dari itu status kasusnya pun langsung ditingkatkan kepenyidikan, untuk mendalami lagi kasus tersebut.

Dalam kasus ini penyidik sudah menetapkan tiga tersangka dua laki laki dan satu perempuan berinisial S selaku ketua pembebasan lahan, SS panitia pembebasan lahan yang merupakan pegawai di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan E, seorang wiraswasta.

Kasus dugaan korupsi pembebasan lahan untuk pelebaran bandara Syamsuddin Noor yang ditangani pihak Kejati Kalsel ini, dengan anggaran sebesar Rp 135 milyar tahun anggaran 2009-2010.

Berawal penyelidikan yang dilakukan pihak Kejati Kalsel, berdasarkan informasi masyarakat ditambah adanya kisruh setelah terjadinya pembebasan lahan, karena sebagian masyarakat yang memiliki lahan tidak mendapatkan ganti rugi padahal mereka telah memiliki lengkap sertifikat lahan tersebut. (Nan/Yus).

Kasus penggelapan lahan Bandara berlanjut di Pengadilan Negeri (PN)

BANJARBARU – Kasus penggelapapan lahan untuk perluasan Bandara Syamsudin Noor dengan dua tersangka Sapli Sanjaya dan Abdul Hadi, Rabu (24/9) kemarin berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru. Agenda kali ini dengan mendatangkan dua saksi yakni Fairid Rusdi selaku pemilik lahan dan juga Lurah Landasan Ulin Utara Wahyudillah.
Persidangan yang dipimpin Tongani SH ini berjalan cukup alot. Pasalnya saksi Fairid Rusid banyak dicecar soal sejarah tentang lahan yang diakuinya tersebut dan juga persoalan penggelapan lahan. Diungkapkan Fairid, ia punya hak atas tanah yang sudah diklaim Abdul Hadi. Sehingga baik itu Abdul Hadi maupun Sapli Sanjaya ungkap Fairid tidak berhak atas penerimaan ganti rugi lahan untuk perluasan Bandara seluas kurang lebih 4015 meter persegi.
Ketika dicecar soal lahannya, majelis hakim pun memperlihatkan sebuah Surat Keputusan (SK) yang selama ini dipakai Abdul Hadi maupun Sapli sebagai alas hak milik tanahnya. SK itu dipakainya pula pada saat pembebasan lahan tahap pertama sekitar tahun 2003.
Namun saksi bingung dengan SK yang diperlihatkan hakim tersebut. Fairid mengaku aneh dengan denah yang ada di belakang SK tersebut. Yang lebih bikin dia bingung, ia sendiri memiliki sebuah sertifikat yang sah atas tanah tersebut, namun ada SK yang ditandatangani seorang lurah. “Nah anehnya itu, kenapa pada saat verifikasi malah yang itu diloloskan,” ucapnya.
Praktis ia pun merugi sekitar satu miliar lantaran per meternya lahan di ring 1 apron Bandara Syamsudin Noor itu dihargai Rp225 ribu. Ia mun meminta agar hakim memberikan keadilan yang seadil-adilnya terhadap kasus ini. “Sebenarnya ini imbas dari laporan kami di Polda, kemudian mendapatkan dua tersangka,” ujarnya.
Fairid mengharapkan agar pihak BPN Banjarbaru yang kala itu terlibat dalam verifikasi juga didatangkan pada saat persidangan. Sehingga ungkap Fairid, bisa terungkap kenapa lahannya tersebut sampai dilakukan penggelapan oleh orang lain.“Kami minta pihak BPN juga didatangkan di pengadilan,” tandasnya.
Sementara penasehat hukum Sapli Sanjaya dan Abdul Hadi, Kusman juga menanyai saksi perihal pelaporannya tersebut sehingga dua kliennya itu dihakimi di PN Banjarbaru. Setelah menanyai saksi dan mendapatkan jawaban, Kusman menyatakan bahwa saksi yang juga selaku pelapor merasa dirugikan. Akan tetapi bukan ditujukan kepada kliennya itu, melainkan panitia.
Kala itu juga dihadirkan saksi Lurah Landasan Ulin Timur Wahyudillah ungak Kusman. Wahyudillah bersaksi bahwa surat dari pihak Sapli itu memang benar adanya. Hal ini pun menurut Kusman mengartikan bahwa surat milik Sapli itu sah.
“Namun objek yang dilaporkan ini berbeda. Milik Sapli dan Abdul Hadi itu di dekat Pemadam Kebakaran Bandara atau ujung Bandara, sementara yang dilaporkan saksi atau pelapor di depan atau samping apron Bandara,” ujarnya.

 

Selasa, 16 September 2014

Pengembangan bandara segera dimulai

JAKARTA -- Angkasa Pura Airports akan memulai groundbreaking pengembangan Bandara Syamsudin Noor tahap pertama pada 25 September 2014 dengan dana sekitar Rp 900 miliar. Pengembangan bandara di Banjarbaru, Kalimantan Selatan itu diperkirakan memerlukan waktu 1,5 tahun. "Kami akan memulai groundbreaking bandara di Banjarbaru untuk tahap pertama dengan anggaran Rp 900 miliar, tapi itu terbatas yang kita butuhkan saat ini, dana mungkin masih bisa bertambah. Kami akan bangun sendiri dengan dana dari internal perusahaan," kata Sekretaris Perusahaan Angkasa Pura Airports Farid Indra Nugraha.

Pengembangan bandara di Kabupaten Banjarbaru ini terdiri atas dua tahap, yakni pertama pembuatan gedung baru di samping gedung eksisting Bandara Syamsudin Noor. Dan, tahap kedua, gedung bandara eksisting akan dibongkar (demolished) untuk kemudian dilebur dengan bangunan bandara baru. Dengan pembangunan tahap kedua, terminal penumpang akan bertambah luas dari 9.043 meter persegi (m2) menjadi 90.000 m2 dan untuk apron dari 80.412 m2 menjadi 125.412 m2 yang nantinya dapat menampung 20 pesawat. Selain itu, pembangunan tahap kedua rencananya juga meliputi perpanjangan runway 3.000 meter dan taxiway parallel.

Saat ini, lanjut dia, akses jalan menuju bandara dan tanah untuk pembangunan gedung baru ini sudah disiapkan oleh pemerintah provinsi setempat Farid mengungkapkan Bandara Syamsudin Noor tersebut akan dikembangkan hingga menjadi sekelas Bandara Mutiara (Palu, Sulawesi Tengah). Pengembangan bandara yang menjadi pintu masuk Provinsi Kalimantan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas bandara.

Jumlah pengunjung bandara tersebut sering membludak pada musim liburan atau mudik. Pada 2012, Syamsudin Noor mampu menampung 800 ribu penumpang per tahun dan meningkat hingga sebesar 3,6 juta penumpang per tahun pada 2014. "Setelah dibangun gedung baru, kapasitas bertambah sebesar 5 juta penumpang, sehingga kapasitas total mencapai 9 juta penumpang per tahun."papar dia.

Pembangunan Bandara Syamsudin Noor ini seharusnya dilaksanakan sejak 2012, namun karena adanya berbagai kendala seperti pembebasan lahan masyarakat, pembangunan baru bisa dimulai pada September 2014. Keputusan pelaksanaan pembangunan tersebut, setelah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan memilih menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan sisa pembebasan lahan masyarakat dengan sistem konsinyasi, yaitu menitipkan dana pembebasan ke pengadilan.