Cari Blog Ini

Home

Jumat, 21 April 2017

Eksekusi lahan

SEMPAT berlangsung dramatis, eksekusi pembebasan sisa lahan Bandara Syamsudin Noor di Tegal Arum, Landasanulin Banjarbaru, oleh pihak Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru, Rabu (19/4/2017), berhasil diselesaikan tanpa ada insiden. Tak ada aksi kekerasan seperti yang sering kita saksikan saat pembebasan lahan di berbagai tempat di Tanah Air.

Beberapa kepala keluarga pemilik lahan dan bangunan yang dibebaskan hari itu, bukannya berdiam diri. Mereka tetap menolak upaya eksekusi dan berusaha keras mempertahankan rumah yang telah mereka tempati bertahun-tahun itu dari upaya pengambilalihan oleh pihak Angkasa Pura untuk kepentingan pengembangan bandara.

Pengacara warga bahkan melakukan aksi merantai diri ke salah satu rumah yang dieksekusi sambil melakukan orasi perlawanan.

Namun upaya itu sia-sia saja. Meskipun disaput emosi dan kemarahan, warga tak bisa berkutik saat juru sita dari PN Banjarbaru yang dikawal 350 aparat gabungan dari kepolisian, TNI dan PT Angkas Pura, bergerak memindahkan barang-barang milik mereka ke truk yang sudah menunggu di depan rumah (BPost, 20/4/2017).

Total sebanyak 39 bidang lahan yang dieksekusi di RT 41 Tegal Arum, terdiri atas 17 lahan bangunan dan 22 lahan kosong. Warga yang bangunan rumahnya dieksekusi disediakan rumah sewa oleh PT Angkasa Pura, untuk ditempati selama tiga bulan. Para pemilik lahan dan bangunan dipersilakan mengambil ganti rugi yang dititipkan ke PN Banjarbaru keesokan harinya.

Dalam proses sengketa kepemilikan tanah antara rakyat melawan negara, kebanyakan berakhir dengan kericuhan. Rakyat selalu merasa dirugikan, karena penggantian nilai lahan oleh pemerintah dengan alasan untuk kepentingan umum selalu membayar ganti rugi berdasarkan NJOP (nilai jual objek pajak). Sementara patokan harga yang dipakai tersebut itu sudah tidak sesuai lagi dengan harga jual sekarang.

Penolakan mengambil ganti rugi oleh sebagian warga Tegal Arum juga disebabkan rendahnya nilai ganti rugi. Diketahui, nilai ganti rugi tanah yang masuk area pembebasan lahan bandara berkisar Rp 225 ribu hingga Rp 255 ribu per meter belum termasuk ganti rugi atas bangunan dan tanam tumbuh. Nilai ganti rugi tersebut ditetapkan Panitia Pengadaan Tanah Kota Banjarbaru lima tahun lalu, sudah jauh dari harga tanah di lokasi setempat saat ini, sehingga mereka menuntut patokan harga harus ditinjau ulang.

Apalagi warga tahu, pengembangan Bandara Syamsudin Noor menjadi bandara internasional itu tidak semata untuk kepentingan umum, tetapi juga merupakan kepentingan bisnis PT Angkasa Pura. Ini juga akan menjadi kantong keuntungan bagi BUMN di sektor perhubungan itu.

Pengembangan Bandara Syamsudin Noor memang sebuah kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi, mengingat perkembangan jumlah penumpang dan perekonomian daerah saat ini.

Masyarakat tentu sangat mendukung upaya pemerintah membangunan bandara yang akan menjadi kebanggaan warga Kalsel itu, asal jangan mengorbankan hak dan kepentingan warga setempat

2 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Kabar Banua mengatakan...

Bro nggak ada update terbarunya kah lagi...