Cari Blog Ini

Home

Minggu, 17 Februari 2013

Mengapa Pembebasan Lahan Bandara Menjadi Alot?

Sejumlah warga Desa Tegal Arum RT 42 yang tanah dan rumahnya belum diganti rugi, saat ditemui Radar Banjarmasin mengatakan, warga sejatinya tidak menolak perluasan lahan Bandara Syamsudin Noor. Namun mengapa mereka belum juga melepas asetnya? Beri Mardiansyah, Banjarbaru MENURUT warga, ganti rugi proyek tersebut juga harus mempertimbangkan aspek sosial. Masyarakat kata mereka, jangan dikorbankan dan dibuat semakin sengsara dengan ganti rugi lahan tersebut. “Kita hanya minta pak harga ganti rugi itu yang layak. Kalau tanah dan bangunan kami dihargai dengan harga Rp275.000 per meter, mana bisa untuk bikin rumah lagi pak,” ujar Suti dan suaminya Sutrisno, kepada Radar Banjarmasin. Menurut keduanya, warga tidak akan menolak jika saja panitia pembebasan tanah juga terbuka. Selama ini kata mereka, panitia pun tidak memberitahu berapa sebenarnya harga taksiran dari pihak Sucofindo sebagai tim appraisal (penilai harga) independen. “Makanya kita juga ingin bertemu dengan pihak Sucofindo. Waktu kita mendatangi dewan, kata Ketua DPRD mau mempertemukan kita dengan Sucofindo, tapi mana sampai sekarang tidak ada bukti yang katanya dewan mau memperjuangkan nasib kami,” ungkapnya. Senada dengan itu, Katiran warga lainnya juga mengaku taksiran harga yang digunakan tim panitia tidak pernah melalui proses negosiasi dengan warga. Disisi lain katanya, harga antara tempat usaha dengan rumah tidak dibedakan oleh tim panitia. “Seharusnya kan dibedakan, nilai ekonomis warung sebagai tempat usaha itu berbeda dengan tempat tinggal mas. Ini main pukul rata saja,” ungkapnya. Salah seorang warga RT 41, Muhtadi yang mengaku belum menerima ganti rugi atas tanah dan rumahnya saat ditemui Radar Banjarmasin juga mengaku keberatan jika tim panitia tetap bersikukuh dengan harga ganti rugi versi panitia. “Kalau tetap seperti itu ya tidak akan ketemu. Coba bayangkan harga tanah di luar itu sekarang sudah sangat mahal. Kalau kami terima dengan harga segitu, bagaimana kami bisa membuat rumah lagi. Bisa jadi pengemis kami kalau kami terima,” ujarnya. Sebab kata dia, saat ini saja untuk tanah rawa saja di daerah trikora sudah mencapai Rp250.000 per meter. “Itu baru tanahnya saja mas, belum bangunannya. Sekarang harga semen berapa, sudah Rp63.000 per sak. Coba hitung saja, apa tidak nanti kita hanya bisa membuat rumah seperti kandang ayam dari ganti rugi itu,” ungkapnya. Pemerintah kata dia, seharusnya bisa memberikan solusi terbaik, bukan lantas terkesan memaksakan kehendak dengan merugikan masyarakat. “Pemerintah itu harusnya melindungi kami mas, bukan malah seperti ini. Tanah dan rumah ini kami peroleh dengan keringat kami sendiri, pejabat-pejabat itu mana tahu dan merasakan perjuangan kami membangun rumah untuk berlindung keluarga kami,” ujarnya. Andai saja kata dia, Pemerintan selain melakukan ganti rugi juga merelokasi warga yang terkena pembebasan ke satu lokasi khusus dalam satu hamparan layaknya proses tukar guling. Sehingga kata dia, masyarakat tidak terlalu banyak dirugikan. “Ini tidak ada solusinya mas, kita dipaksa untuk menyerahkan tanah dan rumah kita dengan harga rendah. Kemudian kita dipaksa juga mencari sendiri tanah dan membangun rumah baru yang belum tentu seenak disini. Ini tidak manusiawi mas,” tandasnya. sumber

4 komentar:

Unknown mengatakan...

Benar kata masyarakat tegal Arum sebab dalam hal ganti kerugian harus dengan harga adil dan layak menurut UU No.2 Tahuyn 2012, dan kerugian yang akan datang juga diperhitungkan ,coba kalau dia sudah 30 tahun berdomisili ditempat itu dan harus mencari tanah dilain maka banyak kerugiannya, sebaiknya kalau saudara tidak menerima penetapan panitia yan sudah disampaikan kepada Ketua PN Banjarbaru maka segera dibantah sebab Tim Panitia Pengadaan Tanah akan menggunakan Pasal 37, 38, 39 UU No.2 Tahun 2012 , yaitu lamanya sidang di PN hanya 30 hari dan di MA hanya 30 hari , dan untuk mengajukan keberatan jangka waktunya 14 hari setelah BPN mengadakan musyawarah dengan Pemilik Tanah dan lainya. Saran segera ajukan keberatan ke PN Banjarbaru dan TP2T dan Instansi lainnya sebab nampaknya masyarakat akan menjadi sengsara akibat penetapan sepihak.

suanang banjar mengatakan...

Kasian masyarakatnya,,,,jual rumah ngga bisa lg beli rumah,,,sekrang aja harga bangunan sdh pd naik,,,,seenaknya melakukan pembebasan pke acuan UU 2005 ,,sekarang aja tahun berapa,,,percuma wakil rakyat bikin UU 2012,,,ngga d pke buat acuan,,,,g mana mau maju bangsa ini,,,masyrakatnya,,dbohongi terus,,,

Anonim mengatakan...

apalagi banyak calo tanah bermain, termasuk aparat kelurahan,,,,,kasihan banyak tanah warga yg belum bersurat diklaim orang lain,,,,,banyak warga yg masih belum ngurus surat2 tanahnya...

Anonim mengatakan...

jika pembebasan tanah sampai di ds guntung damar,,panitgia hrs hati2 dan bijak,,,banyak tanah warga yg belum bersurat diklaim diklaim oleh dan atas nama orang lain,,,ada indikasi ketua rt setempat bermain.....kasian warga yg msh bodoh kehilangan haknya.