Cari Blog Ini

Home

Minggu, 17 Februari 2013

Pengembangan Bandara Syamsudin Noor Terkatung-Katung

Rencana pengembangan Bandara Syamsudin Noor, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, sebagai bandara internasional terkatung-katung akibat tidak kunjung selesainya proses pembebasan lahan milik masyarakat di sekitar bandara. "Sampai sejauh ini proses pembebasan lahan bandara baru 62 persen, karena sebagian warga belum menyetujui harga ganti rugi tanah," kata Wakil Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Rudy Resnawan di Banjarmasin, Senin (4/2). la mengakui, belum selesainya pembebasan lahan menyebabkan jadwal pembangunan dan pe ngembangan bandara oleh PT Angkasa Pura menjadi yang semula ditetapkan mulai tahun lalu molor. Sebelumnya PT Angkasa Pura menargetkan pengembangan Bandara Syamsudin Noor menjadi bandara internasional selesai pada 2014 dengan anggaran multi years sebesar Rp540 Millar. Dana sebesar itu dialoka sikan untuk pembebasan lahan Rp290 Millar untuk pembebasan dan Rp250 Millar untuk pembangunan konstruksi. Pengembangan bandara antara lain berupa pembangunan terminal, perbaikan apron, taxi way, dan penambahan serta peningkatan landasan pacu dari 2.500 meter menjadi 3.000 meter. Proyek pengembangan bandara ini memerlukan lahan 08 hektare yang terdiri dari tanah milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel, TNI AU, dan masyarakat. Menurut Rudy Resnawan, untuk memperlancar proses pengembangan bandara ini Pemprov Kalsel juga akan menjual aset dae rah berupa apron, taxy way dan sebagian Iandasan pacu kepada angkasa pura dengan harga sekitar Rp200 miliar. "Kita tidak memperhitungkan masalah untung rugi, tetapi untuk kepentingan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, penetapan harga jual tersebut sudah ditentukan tim abitrase," ucapnya. Jual Apron Terkait dengan pengembangan bandara tersebut, Gubernur Rudy Ariffin mengakui pihaknya telah menyetujui uptuk melepaskar aset provinsi yang ada di Bandara Syamsuddin Noor, karena. PT Angkasa Pura terkendala mengelola asset yang bukan irffliR perusahaan umum milik negara (BUMN) tersebut. Jadi BUMN seperti PT Angkasa Pura tidak boleh mengelola aset yang bukan miliknya sendiri, ataupun mendapatkan investasi yang bersumber dari, APBN ataupun APBD," kata Rudy Ariffin kepada wartawan, Senin (4/2), di Banjarmasin. Padahal di lingkungan Bandara tersebut ada aset Pemprov Kalsel, yang digunakan dan dikelola PT Angkasa Pura, khususnya apron, runway sekitar 300 meter dan taxiway, serta lahan kosong. "Karena Pemprov juga tidak mungkin berinvestasi, ataupun mendapatkan penghasiIan dari aset tersebut, paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Kalsel, Nasib Alamsyah. Apalagi kontribusi dari pemanfaatan asel tersebut hanya sekitar Rp 1 miliar per tahun, dan pungutan terhadap penumpang juga tidak bisa dildkukan lagi. "Alternatifnya, ya hanya menjual asel tersebut kepada PT Angkasa Pura, dan ini juga yang diharapkan BUMN tersebut," tambah Rudy Ariffin. Namun, harga jual aset tersebut berdasarkan hasil penilaian independen, yang kini sedang melakukan penaksiran terhadap aset milik Pemprov Kalsel di kawasan Bandara Syamsuddin Noor. "Jika penilaian terhadap aset tersebut rampung, barulah prosedur pelepasan aset dilakukan, dengan meminta persetujuan dewan," ungkapnya. (lyn/ant/K-2) (Sumber : Kalimantan Post edisi Selasa,05 Februari 2013)

0 komentar: